Judul Buku : Anak Bukan Kertas Kosong
Penulis : Bukik Setiawan
Penerbit : Panda Media
Jumlah Hal : 250
Apa yang Anda pikirkan jika melihat kertas kosong ?
Bebas mencorat-coret kertas tersebut ?
Atau menggenggamnya dengan kuat hingga terlihat lusuh dan penuh retak ?
Bagaimana jika kertas kosong tersebut adalah anak kita. Mampu kah kita bersikap demikian ? Atau selama ini itulah yang sedang kita lakukan ?
Anak Bukan Kertas Kosong. Itulah Judul yang dituliskan oleh Bukik Setiawan dalam bukunya. Penulis ingin menyajikan fakta dan membuka pemikiran kita tentang anak. Tentang sebuah kehidupan. Bahwa setiap anak sudah terlahir dengan kemampuan unik yang ia miliki. Tak perlu di isi ulang, tak perlu diwarnai, karena mereka bukanlah kertas kosong yang bebas di bentuk oleh orang tuanya.
Buku ini terdiri dari 10 Bab :
- Tantangan Zaman Kreatif
- Pendidikan yang Menumbuhkan
- Anak Bukan Kertas Kosong
- Belajar Seasyik Bermain
- Setiap Anak Cerdas
- Prinsip Mengembangkan Bakat Anak
- Siklus Perkembangan Bakat Anak
- Peran dan Sikap Orang Tua Dalam Pengembangan Bakat Anak
- Delapan Aktivitas Orang Tua yang Menumbuhkan
- Panduan Awal Pengembangan Bakat Anak
Pendidikan yang Menumbuhkan
Bayangkan jika sebuah telur pecah akibat tekanan dari luar, maka kehidupan di dalamnya akan musnah. Sebaliknya jika telur pecah akibat tekanan dari dalam, maka kehidupan baru akan segera dimulai. Itulah perumpamaan pola asuh yang seharusnya terjadi pada anak kita. Mereka seharusnya tumbuh dengan mengeluarkan potensi unik yang ada dalam dirinya. Bukan menyamaratakan kemampuan setiap anak dan mendorong mereka hidup sesuai dengan keinginan orang tua.
Bagi Bukik, pendidikan itu harus menumbuhkan. "Pendidikan adalah proses menumbuhkan benih kehidupan yang utuh untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya"
Kehidupan anak sepenuhnya akan di jalani oleh anak. Jika saat ini kita melihat kemampuannya belum banyak digunakan pada masa sekarang, barang kali saat anak dewasa kemampuan itulah yang mampu menyelamatkan hidupnya dalam persaingan di zaman kreatif. Zaman setiap orang berpikir kreatif dan dinamis.
Eksplorasi dan Terima Anak Seutuhnya
Bukik menjelaskan, pentingnya orang tua menambah wawasan anak melalui berbagai macam eksplorasi dalam hidupnya. Saat anak berusia dibawah 7th. Ia harus kaya akan pengalaman yang menyenangkan. Ia harus tumbuh menjadi anak yang menikmati setiap proses belajar seasyik ia bermain. Setiap proses perjalanan hidupnya adalah proses pembelajaran. Menjawab dengan antusias setiap pertanyaan yang ada dalam pikirannya. Hidupnya penuh antusiasme, penuh dengan harapan dan dilengkapi dengan keceriaan. Ia dibebaskan memilih hal yang terbaik yang ia miliki. Bebas dalam menentukan jenis dan metode belajar yang ia senangi. Ia juga bebas dan tidak ragu dalam meninggalkan hal-hal yang tidak ia senangi. Tidak lagi berpura-pura demi menyenangkan orang tua. Tidak lagi hidup atas pilihan orang tua. Namun ia seutuhkan menjadi manusia yang merdeka. Berhak atas setiap pilihan hidupnya. Mampukah kita sebagai orang tua memberikan kebebas penuh ekspresi seperti ini ? Mampu kah kita menyadari bahwa dalam diri anak sudah ter-install potensi unik yang siap untuk dikembang kan ?
Anak bukan kertas kosong, yang tinggal diwarnai oleh orang tua. Anak telah mempunyai gambar dan warna sendiri yang tidak bisa diabaikan begitu saja. "Pendidikan seharusnya tidak menyamaratakan anak, tetapi memahami keistimewaan anak dan mengembangkannya"
Kecerdasan Majemuk
Ada 8 jenis kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner di tulis kembali oleh Bukik. Kita di ingatkan bahwa setiap anak itu cerdas ! Dan penilaian kecerdasan mereka tidak bisa hanya melalui selembar kertas yang diberi angka. Kecerdasan mereka lebih dari itu. Tidak dapat diukur hanya melalui sebuah nilai di selembar kertas. 8 kecerdasan itu adalah kecerdasan imaji, kecerdasan diri, kecerdasan relasi, kecerdasan musik, kecerdasan alam, kecerdasan tubuh, kecerdasan logika dan kecerdasan aksara. Delapan kecerdasan ini menjadi penting, agar orang tua tidak melabeli anak dengan predikat buruk seperti bodoh dan nakal. Lebih menghargai keunikan anak. Jika anak tidak pintar dalam matematika, itu artinya tidak bodoh. Namun kecerdasannya bukan di kecerdasan logika.
Ada 8 jenis kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner di tulis kembali oleh Bukik. Kita di ingatkan bahwa setiap anak itu cerdas ! Dan penilaian kecerdasan mereka tidak bisa hanya melalui selembar kertas yang diberi angka. Kecerdasan mereka lebih dari itu. Tidak dapat diukur hanya melalui sebuah nilai di selembar kertas. 8 kecerdasan itu adalah kecerdasan imaji, kecerdasan diri, kecerdasan relasi, kecerdasan musik, kecerdasan alam, kecerdasan tubuh, kecerdasan logika dan kecerdasan aksara. Delapan kecerdasan ini menjadi penting, agar orang tua tidak melabeli anak dengan predikat buruk seperti bodoh dan nakal. Lebih menghargai keunikan anak. Jika anak tidak pintar dalam matematika, itu artinya tidak bodoh. Namun kecerdasannya bukan di kecerdasan logika.
Kecerdasan majemuk ini kemudian akan mengkerucut pada bakat anak. "Jenis kecerdasan majemuk yang terpuaskan akan membentuk minat anak. Sementara minat anak yang terpenuhi akan mengasah perkembangan kecerdasan majemuk yang terkait"
Jadi setiap anak memiliki lebih dari 1 kecerdasan majemuk. Terlihat yang paling menonjol. Inilah bekal orang tua dalam menggali potensi bakat anak. Anak yang sudah terlihat bakatnya dan diketahui dengan benar oleh orang tuanya membawa pada penentuan arah karier yang di senangi anak.
Setidaknya Bukik mencatat 3 peran orang tua dalam pengembangan bakat anak. Yakni menjadi teladan, menciptakan suasana yang inspiratif dan menstimulasi anak belajar. Jika semua sudah terpenuhi, maka niscaya anak akan tumbuh kembang secara bahagia sesuai bakat yang ia miliki.
Tentang Penulis
Bukik Setiawan adalah mantan dosen. Kegelisahannya akan pendidikan membuat ia menghidupkan gerakan pendidikan dan mempelopori beberapa gerakan seperti Indonesia bercerita. Ayah dari Ayunda Damai ini juga menginisiasi forum anak yakni Suara Anak. Suara Anak inilah yang membuat anaknya bertemukan dengan para pem-blogger cilik. Ayunda Damai aktif menulis di www.ayundadamai.com
Buku Anak Bukan Kertas Kosong ini banyak mengutip gagasan yang di cetuskan oleh Ki Hajar Dewantara. Saya menjadi penasaran dan tergoda untuk membaca buku Pendidikan karya Ki Hajar Dewantara. Kutipan Ki Hajar Dewantara yang di cantumkan oleh Bukik terasa pas dan menjawab kegelisahan yang sama akan pendidikan di negara ini. Ternyata, berpuluh tahun yang lalu. Seorang Ki Hajar Dewantara sudah menuliskan kegelisahannya tentang pendidikan kita.
Bisa berinteraksi dengan Bukik melalui twitter: @bukik dan instagram: bukik.
Bagi Saya
Buku ini adalah penguatan bagi saya mengapa anak butuh banyak bereksplorasi. Manfaat penting mengetahui bakat dan kecerdasan anak sejak dini. Semangat dan amunisi saya untuk terus berjuang memantaskan diri dalam mendampingi anak. Semakin yakin bahwa, menjadi fasilitator belajar anak itu adalah proses belajar yang tak pernah putus.
Saya kembali di ingatkan, untuk menerima anak secara utuh. Tidak membandingkan kemampuannya dengan siapapun. Perbandingan satu-satunya yang bisa di sandingkan adalah membandingkan dirinya sendiri. Tidak ada anak yang terlahir sia-sia. Tidak juga membawa kenakalan. Mereka semua cerdas, namun kerap kali orang tua yang gagal menumbuhkan kecerdasan majemuknya dan bakat yang ia miliki. Pelabelan negatif pada anak adalah indikasi kegagalan orang tua dalam mendidik anak.
Baiklah, saya tutup ulasan buku kali ini dengan mengutip salah satu kalimat dalam buku ini. Kalimat yang sering terlupakan. "Orang yang bahagia adalah Orang yang Menerima Dirinya Menjadi Otentik" -Bukik. S-
Salam,
0 comments:
Post a Comment