Saya memulai dagang sejak masa Kuliah. Rasanya senang
mampu jajan dari kantong sendiri. Berbagai usaha pernah saya coba. Dari jualan
jam hingga jualan Blackberry. Namun semuanya berbasis online. Dimulai tak mampu
menaiki kendaraan hingga sekarang berani turun ke jalan didampingi Khalid walau
semua mesti matic.
Hal yang paling sulit bagi saya adalah bisnis dengan
orang terdekat. Baik teman terdekat, orang tua ataupun sanak family. Bukan
apa-apa, saya orangnya gak enakan. Walau kadang
memang tulus dari dalam hati tak mengharap imbalan.
Rasanya sulit sekali berbisnis dengan orang terdekat.
Dari segan nagih utang, segan menolak harga yang ditawar (minta harga teman)
hingga pilu mendengar kalimat "Iih, mahal kali ! sama kawan pun"
mendengar kalimat ini hanya mampu tertawa sambil meringis.
Saya suliiit sekali menawar saat belanja baik kepasar atau ke mall. Saya tau,
mereka jauh lebih kaya dari saya. Kendaraan mungkin lebih dari 1, rumah
mentereng di kawasan elit yang memasukinya mesti meninggalkan KTP. Saya tau,
perekonomian saya bisa jadi jaaaauuh dibawah mereka. Namun saya tetap tidak
menawar. Bukan sok kaya, tapi saya tau sulitnya berniaga. Ini yang saya hargai.
Pernah saya mendengar kampanye "Belanja di warung
tetangga" dengan maksud memakmurkan perekonomian tetangga. Tapi boro-boro
mau memakmurkan perekonomian tetangga, tiap belanja nawar mulu. Padahal beda
cuma seribu dua ribu. Tapi bangga mampu menawar.
Sejak usaha rental kebutuhan bayi, saya bertemu
ibu-ibu horang kaya yang tinggal dikawan elit. Setiap kerumah bawa mobil
pribadi dengan merk mewah, jilbab tersampir dileher bahkan ada yang berhijab
syar'i. Parfume dapat saya pastikan ratusan ribu atau mungkin jutaan. Nyium
keteknya aja saat praktekin cara make stroller saya betah. tapi ampun mak !
nawarnya itu kadang habis urat lehernya adu argumen. Menghadapi situasi begini
saya hanya mampu menjawab "Boleh deh buk. Dengan niatan memudahkan
transaksi" bukankah memudahkan urusan saudaranya dijanjikan Sang Pencipta
dengan diganjar kemudahan di akherat ? ini yang saya harap.
Sudahlah.
tak usah muluk-muluk berkampanye memakmurkan warung tetangga. Jika melihat
saudara untung sedikit hati tak rela. Melihat saudara usahanya lancar sedikit
sudah mencap kaya. Melihat saudara mampu belanja lebih dari hasil usaha sudah
mengira riya.
Jadi memang lebih enak bertransaksi dengan manusia
antah berantah daripada dengan mereka yang mengaku sohib kental.
Masyaallah,,mungkin saya salah satu nya "penawar sadis" ,,,ga terpikir perasaan penjual dan susanyah nya menentukan harga jual...insyaallah saya ga mau nawar2 lagi mbk. Mau nya GRATISSS ehhh
Ibu dari dua putera. Tertarik pada dunia parenting. Praktisi Homeschooling. Menulis tentang dunia ibuk dengan segala pernak-perniknya || Email : desy.oktafia@gmail.com
auuugh... i feel you ibuk...
ReplyDeleteHoree !! ada kawan.
Deleteheheheh
Urusan tawar menawar, mamak mamak nggak usah dilawan lah...hahaha apalagi pakai jurus pura pura pergi ntar balik lagi
ReplyDeletewkwkwkkwkw.
Deleteitu trik jitu mamaaaaku banget bang !
tau aja.
ha.. nohok yaa kak..
ReplyDeleteAku karena pernah ngerasaiin jualan dan pembelinya semua teman-teman saya...
ReplyDeletegak ada untung, malah rugi saya hahhaa
iyaa..
Deletekadang aku mikir
mungkin ini ada hubungannya dengan ketulusan.
wkwkwkwkkw
udah nawar sadis kadang pake modus sambar tangan... pas cabe lagi ditimbang eh tangan nyamber aja, ditamabahin dong jeng
ReplyDeleteMending klo cuma di tawar des, klo temen ato sodara kadang pake di utangin, karna ga enak ati di iyaiin aja
ReplyDeleteWkwkwkw..the power of emak-emak. Nawarnya niat banget.
ReplyDeleteMasyaallah,,mungkin saya salah satu nya "penawar sadis" ,,,ga terpikir perasaan penjual dan susanyah nya menentukan harga jual...insyaallah saya ga mau nawar2 lagi mbk. Mau nya GRATISSS ehhh
ReplyDeletedalam jual beli wajar sih tuk tawar menawar
ReplyDeletekadang sebagai ibu ibu, punya kehebatan tersendiri tuk bisa jadi negosiator handal
hehe