Saya tidak pernah menceritakan bagian ini dalam hidup. Terlebih
kepada sesama teman kantor atau yang pernah bekerja di bidang Bank Syariah.
Saya simpan. Agar semuanya harum.
Tapi ada baiknya diceritakan, agar tak ada lagi yang memiliki
jejak sama. Sekali lagi, ini adalah opini. Sudut pandang dari saya. Penilaian saya.
Rasa yang saya miliki. Jika berbeda maka sah-sah saja. Wajar.
Saya pernah bekerja di suatu Bank Syariah skala Nasional
bahkan anak dari BUMN. Saya ingat, saat pertama mendaftar saya tak terlalu
berharap lolos. Saingan cantik dan cerdas bertaburan. Tinggi-tinggi pulak. Saat
psikotes banyak sekali yang selesai jauh sebelum saya. Agak ciut nyali, tapi tawakal.
Bank, saya memiliki pandangan indah tentang ini. Pakaian rapi,
wangi dan mereka semua terlihat cerdas. Sebelum bekerja di bank, saya bahkan
belum memiliki rekening sama sekali. Saya mahasiswa murni yang baru lulus
kuliah. Setelah dinamika tes, saya lolos. Panjangnya waktu dari awal spikotes
hingga tes kesehatan kurang lebih 3 bulan. Gembira ! saya merasa begitu
dimudahkan Alloh. Tentu doa mama saya yang tak putus. Yang memang menginginkan
saya bekerja di Bank.
Kemudian saya mengikuti sejenis kelas matrikulasi. Pengenalan
bank, susunan organisasi, produk yang mereka miliki dan makeup class. Terasa seperti
kuliah akutansi dan dipaksa paham dalam seminggu. Bagian ini menurut saya masih
mulus. Berjalan dengan gembira karena di lalui bersama teman baru dan belum ada
tanggungjawab yang menempel.
Terasa sangat berat ketika kelas matrikulasi usai. Kami digilir,
istilahnya tandem. Selama dua minggu dari satu unit ke unit lainnya. Ini adalah
peluang untuk mengenal tiap unit dan kemudian kami akan ditempatkan di unit itu
secara sah. Bagian mengerikan menurut saya adalah proses tandem. Entah berapa
umpatan yang diterima, derai tangis yang keluar dan rasa muak yang tertahan. Sekali
lagi ini penilaian dari sudut saya. Si anak baru yang sedang di “ospek”. Kadang
saat bertanya keluar bentakan yang kemudian di iringi tatapan pasang mata atau
bully-an yang kemudian dianggap lucu. Sungguh ! jika tidak ada kontrak maka mungkin
saya sudah gugur mengundurkan diri. Tapi di buat nyaman. Berharap rupiah
dikantong menggembung. Benar, tidak semua berakhlak seperti ini. Namun bertemu
dengan 1 orang jenis begini, sudah cukup bagi saya merasa neraka di kantor.
Setelah diangkat menjadi pegawai tetap, timbul gap antar
personal. Ada yang mendekat ke atasan dengan alasan kemudahan jabatan, ada yang
mengelompok dan membongkar aib teman sejawat bahkan ada yang saling menuding
salah saat ada masalah. Belum lagi bertemu dengan rekan kerja yang pintar
mencari muka, dan malas dalam bekerja. Setiap ada kerjaan yang menghampiri ia
tiba-tiba terlihat serius dan kerjaan menumpuk. Semoga ini hanya asumsi saya. Bahkan
ada yang menjual drama untuk bisa dekat dengan atasan.
Saya sering terpancing jika ada yang membongkar aib. Dengan berapi
saya utarakan pendapatan saya dan tingkah pongahnya. Saya lupa, bahwa cerita
hari ini bisa sampai ke yang bersangkutan dengan berawal dari “jangan bilang
siapa-siapa yaaa…” akhirnya seluruh manusia akan tau bahkan hingga OB.
Saat bekerja, saya selalu sial. Saya merasa tertekan. Dan saya
lebih mirip sebagai ban serep. Saya akan mudah dilempar ke unit lain. Saya tak
memiliki spesialisasi khusus. Karena hampir rata-rata bagian frontliner pernah
saya coba, back office pun sudah sebagian. Naasnya, saat ujian tiba maka porsi
saya sama dengan CS (customer service) yang tidak pernah dipindah selama 1 th. Bayangkan!
Banyak kasus yang sudah dia tangani sedangkan saya lebih sering melalang buana
antar unit. Ya ! setiap 3 bulan kami ada tes tentang pemahaman produk dan
peraturan yang bukunya setebal kitab suci. Lebih tebal malah. Dan peraturan ini
sering berubah sesuai dengan kebijakan pusat dan BI.
Saya tertekan, hampir tiap bulan saya masuk UGD. Asam lambung
kumat, terduduk di kamar mandi dan tidak bisa bangun. Setidaknya ada 3 kali
operasi yang saya jalani selama 1 tahun. Padahal sebelum bekerja saya sangat
jaraaang bersentuhan dengan rumah sakit. Lebih sakitnya lagi, kondisi saya ini
jadi bahan perbincangan tapi tak pernah mendapat perhatian. Jika memang kondisi
kesehatan saya buruk, mengapa saya masih di tempatkan di posisi CS BLG (Bus
Layanan Gerak) yang tak memiliki keteraturan makan, kelelahan, kepanasan dan
minim fasilitas lainnya. Bahkan jika ada anak baru yang gabung, saya tak juga diganti.
Kadang kesal dengan atasan, merasa tidak di suarakan kondisinya. Tapi bisa
sejauh mana saya menuntut ? jika saat saya mengadu di kategorikan dengan tidak
menurut ?
Saat dikantor, kursi dan laptop pun saya harus bergantian. Ya,
tidak ada posisi tetap untuk saya. Jika pagi saya bertindak sebagai CS maka
siang hari saya bisa berada di back office. Saat protes dan minta di perhatikan
atasan saya selalu bilang “ Desy harusnya bersyukur karena berada di grade CS”
ya, posisi CS itu memiliki tingkatan yang tinggi namun kerjanya ‘aman’ bagi
dia.
Saya merasa bodoh terus-terusan menerima perlakukan seperti
ini. Saat menjadi mahasiswa saya cukup vocal. Setelah berada di lingkungan ini.
Nyali saya ciut. Saya tak lagi kritis. Saya pasrah pada keadaan. Untuk mengutarakan
gagasan pun saya belepotan. Mental saya terganggu. Mungkin karena tak pernah
bahagia, saya terus-terusan sakit. Selain itu mungkin sumber rejekiku. Saya tak
ingin membahas hukum gaji bagi karyawan Bank Syariah. Karena banyak sekali
perdebatan tentang ini. Saran saya, jika ragu maka tinggalkanlah !
Begitu pun saat saya hamil. Saya terus-terusan berdoa semoga
janin saya dikuatkan. Berada dalam BLG yang terus bergetar sepanjang waktu
akibat getaran genset. Goncangan saat diperjalanan. Saya seriiing sekali
menangis. Saya merasa para atasan itu tak punya hati. Membiarkan saya tetap
berada disini dalam kondisi hamil. Walau akhirnya saya berkelana bersama BLG dipersingkat hanya hari Kamis. Saya merasa buntu. Tak ada tempat mengadu. Namun saya tetap
bodoh. Saya bertahan hanya demi prestise. Berharap semuanya segera berubah dan
membaik. Suami sudah berkata berhenti saat melihat air mata saya meleleh
menceritakan sesaknya hari itu.
Jika dilihat, gaji memang diatas rata-rata. Tunjangan kesehatan
bagus dengan fasilitas RS ternama, setiap tahun ada uang cuti, THR minimal 1,5x
gaji. Lebih sering 2x gaji. Bonus tahunan bisa mencapai 10x gaji. Mungkin ini
alasan terbesar saya bertahan walau harga diri di injak-injak.
Akhirnya, setelah kelahiran anak. Inilah titik tolak
kehidupan saya. Berawal dari berat melepas anak. Bercita-cita memiliki anak
sholih. Saya melepas pekerjaan yang saat itu perlahan mulai membaik. Saya sudah
mendapat posisi saya. Tidak lagi bertugas di BLG, memiliki posisi yang tetap
dan mulai mengetahui trik berteman. Rasanya masa-masa berat itu sudah lewat. Tapi
anak saya butuh ibunya. Butuh ASI langsung dari sumbernya. Butuh ASI sambil
saling bertatap mesra. Bukan minum ASI disambi make up oleh ibunya yang kadang
membuat pipinya berwarna karena kejatuhan serbuk eye shadow.
Ah, anakku. Betapa kehadiranmu mampu membelokkan mimpi dan
menjadikan uang tak lagi seberharga dirimu. Dan ajaibnya, setelah berhenti
bekerja saya tidak pernah kembali lagi ke UGD dan tidak pernah sekalipun
bermasalah dengan ginjal. Bahkan ke dokter
hanya sekali saat masuk angin kelelahan akibat pindah rumah, itu pun sudah
setahun lalu. Allahu Akbar !! Allahu Akbar !!
tulisan ini dipersembahkan untuk mba Moniq
terima kasih tantangannya Mbak. Membuat emosi teraduk-aduk tengah malam.
Semoga bisa diambil manfaat atas curhat ini..
tulisan ini dipersembahkan untuk mba Moniq
terima kasih tantangannya Mbak. Membuat emosi teraduk-aduk tengah malam.
Semoga bisa diambil manfaat atas curhat ini..
Ternyata dibalik senyum manis para pegawai bank, mungkin ada luka tak kasat mata ya mba ����
ReplyDeleteTp alhamdulillah mba desy skrg sdh happy dan healthy ����
Alhamdulillah mb.
Deleteyang penting sehat kan.
hehehe.
Ketika satu nikmat Allah putus Allah selalu kasih nikmat lain yg lebih baik ya mbak...lebih berkah dan membahagiakan,bisa mesra2an kapanpun bersama anak..
ReplyDeleteAku terharu...makasih uda sharing ceritanya mbak 😘
terima kasih kembali mb sudah berkenan membaca.
Deletehehehehe
Barokallah mba desy, semoga semakin barokah k depannya...
ReplyDeleteAAmiin Ya Robb.
DeleteDoa yng sama untuk mb Novi juga yaa
Barokallahufîk mba desy, insyaAllah ini skenario terbaik dr Allah dan pasti akan Allah gantikan rezekinya dengan yang lebih baik lagi.Terimakasih sudah berbagi cerita💕
ReplyDeleteTerima kasih sudah memberi tantangan dg tema ini mb.
Deletemembuat syukur kembali terhatur.
hihihi
Selalu suka dengan cerita mbk desy di blog nya, walaupun blom khatam baca semua post.hehheh. sehat selalu mbk dan keluarga
ReplyDeletesaya juga suka dg tulisan mb putri.
DeleteSehat juga ya mb untuk mb Putri sekeluarga
Ibuk Khalid wanita yang tangguh. Barakallahufik mba Desy..😊
ReplyDeletesama dengan mb iffah.
DeleteTangguh jugaaa. iihihhih
Super mommy
ReplyDeleteah..
Deletelebih super mb lia.
hehehehe
Bukan minum ASI disambi make up oleh ibunya yang kadang membuat pipinya berwarna karena kejatuhan serbuk eye shadow.
ReplyDeleteSesuatu banget mbak desy....
begitu lah.
Deletemakeup menjadi hal wajib bagi kami.
hehehhe
Semangat terus ya ibuk 😘
ReplyDeletemakasi mama krucil..
Deleteterharu dengan semangatnya cinta...
ReplyDeleteLebih terharu dengan ketangguhan mb evi.
Deletehehehe
Masya Allah Ceritanya, jadi penasaran Sama orang y langsung
ReplyDeletehihihi
Deletebelum pernah ketemu kah mb kita ?
Terinspirasi banget baca cerita nya mba desy..
ReplyDeleteSama-sama menginspirasi ya mb kita.
Deletehehehehe
MasyaAllah, barakakllah kk dessy 😘 sehat2 selaluh ibuuk
ReplyDeleteBarakallah akak Desy,,,,, nice sharing
ReplyDeleteYang indah dipandang mata , tidak selalu indah dijalani ya buk. hehehe alhamdulillah kehadiran khalid merubah segalanya :*
ReplyDeleteWow... Wow... Wow... Ternyata seperti ini ya cerita di balik layar. Mungkin tidak semua, tapi pasti ada orang-orang lain juga yg merasa seperti ini ya mbak. Alhamdulillah sekarang sudah menemukan jalan yang lebih baik 😊
ReplyDelete