Friday, November 3, 2017

,

Menjadi Wanita Karir, Titik Terendah Dalam Hidup.

Saya tidak pernah menceritakan bagian ini dalam hidup. Terlebih kepada sesama teman kantor atau yang pernah bekerja di bidang Bank Syariah. Saya simpan. Agar semuanya harum.

Tapi ada baiknya diceritakan, agar tak ada lagi yang memiliki jejak sama. Sekali lagi, ini adalah opini. Sudut pandang dari saya. Penilaian saya. Rasa yang saya miliki. Jika berbeda maka sah-sah saja. Wajar.

Saya pernah bekerja di suatu Bank Syariah skala Nasional bahkan anak dari BUMN. Saya ingat, saat pertama mendaftar saya tak terlalu berharap lolos. Saingan cantik dan cerdas bertaburan. Tinggi-tinggi pulak. Saat psikotes banyak sekali yang selesai jauh sebelum saya. Agak ciut nyali, tapi tawakal.

Bank, saya memiliki pandangan indah tentang ini. Pakaian rapi, wangi dan mereka semua terlihat cerdas. Sebelum bekerja di bank, saya bahkan belum memiliki rekening sama sekali. Saya mahasiswa murni yang baru lulus kuliah. Setelah dinamika tes, saya lolos. Panjangnya waktu dari awal spikotes hingga tes kesehatan kurang lebih 3 bulan. Gembira ! saya merasa begitu dimudahkan Alloh. Tentu doa mama saya yang tak putus. Yang memang menginginkan saya bekerja di Bank.

Kemudian saya mengikuti sejenis kelas matrikulasi. Pengenalan bank, susunan organisasi, produk yang mereka miliki dan makeup class. Terasa seperti kuliah akutansi dan dipaksa paham dalam seminggu. Bagian ini menurut saya masih mulus. Berjalan dengan gembira karena di lalui bersama teman baru dan belum ada tanggungjawab yang menempel.

Terasa sangat berat ketika kelas matrikulasi usai. Kami digilir, istilahnya tandem. Selama dua minggu dari satu unit ke unit lainnya. Ini adalah peluang untuk mengenal tiap unit dan kemudian kami akan ditempatkan di unit itu secara sah. Bagian mengerikan menurut saya adalah proses tandem. Entah berapa umpatan yang diterima, derai tangis yang keluar dan rasa muak yang tertahan. Sekali lagi ini penilaian dari sudut saya. Si anak baru yang sedang di “ospek”. Kadang saat bertanya keluar bentakan yang kemudian di iringi tatapan pasang mata atau bully-an yang kemudian dianggap lucu. Sungguh ! jika tidak ada kontrak maka mungkin saya sudah gugur mengundurkan diri. Tapi di buat nyaman. Berharap rupiah dikantong menggembung. Benar, tidak semua berakhlak seperti ini. Namun bertemu dengan 1 orang jenis begini, sudah cukup bagi saya merasa neraka di kantor.

Setelah diangkat menjadi pegawai tetap, timbul gap antar personal. Ada yang mendekat ke atasan dengan alasan kemudahan jabatan, ada yang mengelompok dan membongkar aib teman sejawat bahkan ada yang saling menuding salah saat ada masalah. Belum lagi bertemu dengan rekan kerja yang pintar mencari muka, dan malas dalam bekerja. Setiap ada kerjaan yang menghampiri ia tiba-tiba terlihat serius dan kerjaan menumpuk. Semoga ini hanya asumsi saya. Bahkan ada yang menjual drama untuk bisa dekat dengan atasan.

Saya sering terpancing jika ada yang membongkar aib. Dengan berapi saya utarakan pendapatan saya dan tingkah pongahnya. Saya lupa, bahwa cerita hari ini bisa sampai ke yang bersangkutan dengan berawal dari “jangan bilang siapa-siapa yaaa…” akhirnya seluruh manusia akan tau bahkan hingga OB.

Saat bekerja, saya selalu sial. Saya merasa tertekan. Dan saya lebih mirip sebagai ban serep. Saya akan mudah dilempar ke unit lain. Saya tak memiliki spesialisasi khusus. Karena hampir rata-rata bagian frontliner pernah saya coba, back office pun sudah sebagian. Naasnya, saat ujian tiba maka porsi saya sama dengan CS (customer service) yang tidak pernah dipindah selama 1 th. Bayangkan! Banyak kasus yang sudah dia tangani sedangkan saya lebih sering melalang buana antar unit. Ya ! setiap 3 bulan kami ada tes tentang pemahaman produk dan peraturan yang bukunya setebal kitab suci. Lebih tebal malah. Dan peraturan ini sering berubah sesuai dengan kebijakan pusat dan BI.

Saya tertekan, hampir tiap bulan saya masuk UGD. Asam lambung kumat, terduduk di kamar mandi dan tidak bisa bangun. Setidaknya ada 3 kali operasi yang saya jalani selama 1 tahun. Padahal sebelum bekerja saya sangat jaraaang bersentuhan dengan rumah sakit. Lebih sakitnya lagi, kondisi saya ini jadi bahan perbincangan tapi tak pernah mendapat perhatian. Jika memang kondisi kesehatan saya buruk, mengapa saya masih di tempatkan di posisi CS BLG (Bus Layanan Gerak) yang tak memiliki keteraturan makan, kelelahan, kepanasan dan minim fasilitas lainnya. Bahkan jika ada anak baru yang gabung, saya tak juga diganti. Kadang kesal dengan atasan, merasa tidak di suarakan kondisinya. Tapi bisa sejauh mana saya menuntut ? jika saat saya mengadu di kategorikan dengan tidak menurut ?

Saat dikantor, kursi dan laptop pun saya harus bergantian. Ya, tidak ada posisi tetap untuk saya. Jika pagi saya bertindak sebagai CS maka siang hari saya bisa berada di back office. Saat protes dan minta di perhatikan atasan saya selalu bilang “ Desy harusnya bersyukur karena berada di grade CS” ya, posisi CS itu memiliki tingkatan yang tinggi namun kerjanya ‘aman’ bagi dia.

Saya merasa bodoh terus-terusan menerima perlakukan seperti ini. Saat menjadi mahasiswa saya cukup vocal. Setelah berada di lingkungan ini. Nyali saya ciut. Saya tak lagi kritis. Saya pasrah pada keadaan. Untuk mengutarakan gagasan pun saya belepotan. Mental saya terganggu. Mungkin karena tak pernah bahagia, saya terus-terusan sakit. Selain itu mungkin sumber rejekiku. Saya tak ingin membahas hukum gaji bagi karyawan Bank Syariah. Karena banyak sekali perdebatan tentang ini. Saran saya, jika ragu maka tinggalkanlah !

Begitu pun saat saya hamil. Saya terus-terusan berdoa semoga janin saya dikuatkan. Berada dalam BLG yang terus bergetar sepanjang waktu akibat getaran genset. Goncangan saat diperjalanan. Saya seriiing sekali menangis. Saya merasa para atasan itu tak punya hati. Membiarkan saya tetap berada disini dalam kondisi hamil. Walau akhirnya saya berkelana bersama BLG dipersingkat hanya hari Kamis. Saya merasa buntu. Tak ada tempat mengadu. Namun saya tetap bodoh. Saya bertahan hanya demi prestise. Berharap semuanya segera berubah dan membaik. Suami sudah berkata berhenti saat melihat air mata saya meleleh menceritakan sesaknya hari itu.

Jika dilihat, gaji memang diatas rata-rata. Tunjangan kesehatan bagus dengan fasilitas RS ternama, setiap tahun ada uang cuti, THR minimal 1,5x gaji. Lebih sering 2x gaji. Bonus tahunan bisa mencapai 10x gaji. Mungkin ini alasan terbesar saya bertahan walau harga diri di injak-injak.

Akhirnya, setelah kelahiran anak. Inilah titik tolak kehidupan saya. Berawal dari berat melepas anak. Bercita-cita memiliki anak sholih. Saya melepas pekerjaan yang saat itu perlahan mulai membaik. Saya sudah mendapat posisi saya. Tidak lagi bertugas di BLG, memiliki posisi yang tetap dan mulai mengetahui trik berteman. Rasanya masa-masa berat itu sudah lewat. Tapi anak saya butuh ibunya. Butuh ASI langsung dari sumbernya. Butuh ASI sambil saling bertatap mesra. Bukan minum ASI disambi make up oleh ibunya yang kadang membuat pipinya berwarna karena kejatuhan serbuk eye shadow.

Ah, anakku. Betapa kehadiranmu mampu membelokkan mimpi dan menjadikan uang tak lagi seberharga dirimu. Dan ajaibnya, setelah berhenti bekerja saya tidak pernah kembali lagi ke UGD dan tidak pernah sekalipun bermasalah dengan  ginjal. Bahkan ke dokter hanya sekali saat masuk angin kelelahan akibat pindah rumah, itu pun sudah setahun lalu. Allahu Akbar !! Allahu Akbar !!

tulisan ini dipersembahkan untuk mba Moniq
terima kasih tantangannya Mbak. Membuat emosi teraduk-aduk tengah malam.
Semoga bisa diambil manfaat atas curhat ini..
Share:

28 comments:

  1. Ternyata dibalik senyum manis para pegawai bank, mungkin ada luka tak kasat mata ya mba ����
    Tp alhamdulillah mba desy skrg sdh happy dan healthy ����

    ReplyDelete
  2. Ketika satu nikmat Allah putus Allah selalu kasih nikmat lain yg lebih baik ya mbak...lebih berkah dan membahagiakan,bisa mesra2an kapanpun bersama anak..
    Aku terharu...makasih uda sharing ceritanya mbak 😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih kembali mb sudah berkenan membaca.
      hehehehe

      Delete
  3. Barokallah mba desy, semoga semakin barokah k depannya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. AAmiin Ya Robb.
      Doa yng sama untuk mb Novi juga yaa

      Delete
  4. Barokallahufîk mba desy, insyaAllah ini skenario terbaik dr Allah dan pasti akan Allah gantikan rezekinya dengan yang lebih baik lagi.Terimakasih sudah berbagi cerita💕

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah memberi tantangan dg tema ini mb.
      membuat syukur kembali terhatur.
      hihihi

      Delete
  5. Selalu suka dengan cerita mbk desy di blog nya, walaupun blom khatam baca semua post.hehheh. sehat selalu mbk dan keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga suka dg tulisan mb putri.
      Sehat juga ya mb untuk mb Putri sekeluarga

      Delete
  6. Ibuk Khalid wanita yang tangguh. Barakallahufik mba Desy..😊

    ReplyDelete
  7. Bukan minum ASI disambi make up oleh ibunya yang kadang membuat pipinya berwarna karena kejatuhan serbuk eye shadow.

    Sesuatu banget mbak desy....

    ReplyDelete
    Replies
    1. begitu lah.
      makeup menjadi hal wajib bagi kami.
      hehehhe

      Delete
  8. Masya Allah Ceritanya, jadi penasaran Sama orang y langsung

    ReplyDelete
  9. Terinspirasi banget baca cerita nya mba desy..

    ReplyDelete
  10. MasyaAllah, barakakllah kk dessy 😘 sehat2 selaluh ibuuk

    ReplyDelete
  11. Yang indah dipandang mata , tidak selalu indah dijalani ya buk. hehehe alhamdulillah kehadiran khalid merubah segalanya :*

    ReplyDelete
  12. Wow... Wow... Wow... Ternyata seperti ini ya cerita di balik layar. Mungkin tidak semua, tapi pasti ada orang-orang lain juga yg merasa seperti ini ya mbak. Alhamdulillah sekarang sudah menemukan jalan yang lebih baik 😊

    ReplyDelete